Startup agritech Indonesia, eFishery, yang sempat menjadi kebanggaan sebagai unicorn pertama di sektor akuakultur global, kini terperosok dalam krisis besar menyusul terungkapnya manipulasi keuangan senilai US$600 juta (Rp9,8 triliun). Skandal ini tidak hanya mengguncang kepercayaan investor tetapi juga meninggalkan ribuan karyawan dalam ketidakpastian, sementara operasional perusahaan terhenti total.
Dugaan Fraud Sistematis dan Penggelembungan Laporan Keuangan
Investigasi oleh firma konsultan FTI Consulting mengungkap bahwa eFishery melakukan praktik akuntansi ganda sejak 2018 untuk mengecoh investor. Laporan keuangan yang diterbitkan ke publik menunjukkan pendapatan US752juta d16 juta selama Januari-September 2024, padahal realitasnya perusahaan merugi US157 juta. Bahkan, 75% angka dalam laporan keuangan disebut fiktif.
Manipulasi juga terjadi pada klaim jumlah mitra pembudidaya dan perangkat eFeeder. eFishery mengklaim memiliki 400.000 unit, tetapi investigasi menemukan hanya 24.000 yang aktif. Mantan CEO Gibran Huzaifah dan CPO Chrisna Aditya dicopot dari jabatan pada Desember 2024, menyusul temuan ini.
Nasib Karyawan: PHK Massal, Operasional Terhenti, dan Protes
Sebanyak 1.800 karyawan eFishery kini terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang rencananya efektif Februari 2025. Serikat Pekerja Multidaya Teknologi Nusantara (SPMTN) menuding manajemen sengaja menghentikan operasional dan merencanakan PHK untuk menghindari kewajiban membayar Tunjangan Hari Raya (THR). Sejak Desember 2024, aktivitas perusahaan dihentikan, termasuk pengiriman pakan ikan dan pembiayaan, sehingga ribuan karyawan di lapangan terdampar tanpa dukungan logistik.
Pada 23 Januari 2025, puluhan karyawan berunjuk rasa di kantor pusat Bandung, menuntut:
- Transparansi rencana PHK dan likuidasi.
- Klarifikasi tuduhan fraud yang melibatkan petinggi perusahaan.
- Pemulihan operasional bisnis untuk menyelamatkan ekosistem mitra.
“Kami merasa dibiarkan dalam ketidakpastian. Banyak yang khawatir reputasi mereka tercoreng meski tidak terlibat fraud,” ujar Risyad Azhari, perwakilan SPMTN.
Respons Perusahaan dan Upaya Restrukturisasi
Manajemen eFishery menunjuk Adhy Wibisono sebagai CEO interim dan Albertus Sasmitra sebagai CFO interim. Mereka menggelar town hall darurat pada 23 Januari 2025, berjanji memberikan kejelasan atas tuntutan karyawan. Namun, hingga kini, belum ada keputusan resmi terkait masa depan operasional atau PHK.
Dalam pernyataan resmi, eFishery menyatakan komitmen untuk memperbaiki tata kelola perusahaan dan etika bisnis. Namun, langkah ini dinilai terlambat oleh investor seperti Patrick Walujo (Northstar Group), yang menyebut fraud ini “sistematis dan memalukan”.
Dampak ke Mitra dan Pasar
Penghentian operasional eFishery berimbas pada ribuan pembudidaya ikan dan petambak yang kehilangan akses pakan, pembiayaan, dan pasar. Banyak mitra terlilit utang akibat arus kas yang terputus. Padahal, sebelumnya eFishery menjadi tulang punggung bagi petambak kecil melalui teknologi eFeeder dan layanan pembiayaan.
Pelajaran untuk Ekosistem Startup Indonesia
Skandal eFishery menjadi tamparan keras bagi industri startup Tanah Air. Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, menekankan pentingnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan transparansi untuk memulihkan kepercayaan.
Masa Depan eFishery: Bertahan atau Runtuh?
Dengan aset senilai US220juta dan kerugian kumulatif 152 juta, eFishery masih memiliki peluang melalui restrukturisasi. Namun, jalan panjang menanti: memulihkan kepercayaan investor, menyelesaikan investigasi fraud, dan menjaga keberlanjutan bisnis sambil melindungi hak karyawan.
“Kami berharap eFishery bisa bertahan dengan strategi tepat. Tapi tanpa transparansi, ini mustahil,” tegas Risyad.