Ribuan Akun Buzzer Pemerintah Dihapus Oleh Twitter

Ribuan Akun Buzzer Pemerintah Dihapus

Twitter dilaporkan telah menghapus secara permanen lebih dari 3.400 akun yang terkait dengan pemerintah. Akun ini tersebar di enam negara seperti Meksiko, China, Rusia, Tanzania, Uganda dan Venezuela.
Akun-akun Twitter ini diketahui telah menjalankan dengan memanipulasi dan menyebarkan kampanye seperti buzzer yang berupa spam pro-pemerintah di negara-negara tersebut.

Dengan cara ini, pemerintah sering menyebarkan informasi untuk mempengaruhi publik tentang isu politik atau ke arah pemikiran tertentu.

Twitter mengatakan dari enam negara yang menggunakan akun palsu untuk melakukan kampanye buzzer mereka, China memiliki jumlah akun palsu terbesar.

Baca juga:

FBI dapat membaca pesan terenkripsi dengan mudah di media sosial seperti whatsapp

Ada lebih dari 2.000 akun yang digunakan untuk menyebarkan narasi Partai Komunis China tentang perlakuan terhadap penduduk Uyghur di Xinjiang.

Twitter juga menemukan 112 akun lain yang ditautkan dengan perusahaan swasta bernama Changyu Culture yang didukung oleh otoritas regional di Xinjiang.

Pemerintah Uganda pun juga telah menggunakan lebih dari 400 profil palsu untuk menjadi buzzer mendukung presiden negara saat ini dan partainya, Gerakan Perlawanan Nasional (NRM) sebagaimana dilansir dari Bleeping Computer, Jumat (3/12/2021).

Tak hanya itu dari pemerintahan Venezuela ada 277 akun yang mempromosikan akun dan tagar lain terkait dengan dukungan kegiatan, topik, dan pernyataan tertentu.

Twitter mengatakan ada 276 akun palsu membagikan ‘primarily civic content’ untuk mendukung tindakan dari pemerintah Meksiko terkait kesehatan masyarakat dan partai politik.

Baca juga:
Pelatihan IT Gratis Dari Google Untuk Orang Indonesia

Di Tanzania ada 268 akun digunakan pemerintah untuk pelaporan palsu dari anggota dan pendukung publikasi jurnalisme investigasi Fichua Tanzania dan pendirinya.

Anehnya, Twitter hanya menemukan 66 akun baik palsu maupun asli terkait dengan operasi Rusia yang menargetkan individu di Afrika Tengah dan Libya.

Platform media sosial tersebut mengatakan, rincian tentang kampanye dan akun terkait telah dibagikan dengan tiga organisasi penelitian terkemuka: Australian Strategic Policy Institute (ASPI), Cazadores de Fake News, dan Stanford Internet Observatory (SIO).

Sejak pertengahan Oktober 2018, Twitter telah mengungkapkan kampanye dari 17 negara yang menerbitkan lebih dari 200 juta tweet dan mendistribusikan sembilan terabyte media.