Berita  

Server Tua Alasan 200 Juta Data Penduduk Indonesia Terancam Hilang

Server Tua Alasan 200 Juta Data Penduduk Indonesia Terancam Hilang

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim mengatakan, hampir 200 juta data penduduk indonesia terancam hilang. Adapun penyebabnya adalah perangkat keras ratusan server yang dikelola data center Dukcapil sudah berusia terlalu tua.

“Kita menghadapi ancaman serius mengenai data kependudukan. Hampir dua ratus juta data kependudukan yang tersimpan di data center Dukcapil Kementerian Dalam Negeri terancam hilang atau musnah,” kata dia di Jakarta,.

“Hal ini akibat dari perangkat keras yakni ratusan server sebagai tempat penyimpanan data ini yang dikelola oleh data center Dukcapil usianya sudah terlalu tua, aus, kadaluwarsa dan sebagian spare part sudah discontinue,” sambungnya.

Menurut Luqman, sudah tidak ada pihak yang berani melakukan proses maintenance terhadap ratusan server tersebut akibat kemungkinan rusaknya yang sudah sangat besar. Jika dibiarkan, maka masyarakat Indonesia akan mengalami kerugian cukup besar dan yang paling parah data penduduk indonesia terancam hilang seluruhnya.

“Yakni hilangnya hampir dua ratusan juta data kependudukan yang selama bertahun-tahun dengan susah payah sudah diupayakan oleh negara bisa diinput, setelah proses perekaman yang melibatkan hampir dua ratus juta penduduk Indonesia,” jelas Politikus PKB ini.

Menurut dia, Kemendagri sejauh ini belum cukup komprehensif untuk mengantisipasi ancaman hilangnya dua ratusan juta data kependudukan rakyat Indonesia.

Belum ada langkah-langkah yang terukur dimana proses peremajaan atau pembaharuan perangkat keras ratusan server milik Dukcapil itu teranggarkan dan menjadi prioritas di Kementerian Dalam Negeri.

“Tentu ini sangat berbahaya, saya sangat khawatir data kependudukan yang menjadi basis banyak pelayanan negara kepada rakyat ini, apabila sistemnya mengalami down dan hardware-nya mengalami kerusakan fatal, maka bisa saja kita akan setback, kembali ke jaman batu,” jelas Luqman.

Luqman mengatakan, data kependudukan yang dikelola oleh Dukcapil Kementerian Dalam Negeri sesungguhnya manfaatnya sangat besar.

Sampai hari ini pun terdapat sekitar 4.517 instansi yang melakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dalam pemanfaatan data kependudukan ini.

Sayangnya, hingga kini tidak ada keputusan pemerintah untuk memungut pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pemanfaatan data kependudukan oleh pihak ketiga ini. Padahal sebagian yang memanfaatkan data ini adalah korporasi, kelompok bisnis, dan usaha-usaha produktif lainnya.

Data kependudukan yang dikelola oleh Dukcapil juga menjadi basis utama dari data pemilih yang akan dipakai untuk pemilu maupun pilkada serentak 2024 mendatang. Oleh karena itu apabila terjadi kerusakan dengan system data center milik Dukcapil, tentu akan mengganggu proses pemilu yang akan datang.

Luqman menjelaskan, nantinya jika ini dibiarkan, banyak pelayanan pemerintah bisa terganggu. Apalagi ada rencana NPWP dengan satu NIK.

“Banyak pelayanan pemerintah yang juga akan terganggu. Terakhir kita mendengar NPWP itu dijadikan satu dengan NIK, artinya Kementerian Keuangan juga menggunakan data center Dukcapil ini sebagai basis pelayanan kepada rakyat sekaligus sebagai instrument untuk meningkatkan target pendapatan negara dari pajak rakyat Indonesia,” kata dia.

Maka dari itu, masalah ini tidak bisa dianggap sepele. Dia mendorong Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan segera menyelesaikan masalah ini.

Bukan hanya itu saja, bahkan jika diperlukan, Presiden Jokowi bisa turun langsung agar ini bisa diselesaikan.

“jika perlu Presiden, untuk turun tangan terhadap masalah data kependudukan yang terancam musnah akibat sistem baik software maupun hardware-nya tidak dilakukan proses maintenance secara layak,” jelas Luqman.

Sebelumnya, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh pernah mengusulkan pengajuan anggaran baru demi menjaga keberlangsungan sistem SIAK tersebut.

Sudah 4 kali mengusulkan penambahan anggaran sejak 2019, 2020, 2021 dan 2022 untuk peremajaan perangkat, namun tidak sekalipun dipenuhi oleh Kemenkeu.

Zudan sebetulnya berharap fungsi DRC itu bukan cuma sebagai penyimpan data saja, tetapi juga sebagai data center seperti yang ada di dua lokasi tersebut.

“Penambahan anggaran yang kami usulkan diarahkan untuk keperluan peremajaan perangkat di data center serta melengkapi fungsi DRC juga sebagai mirror data center,” kata dia.

Zudan tak menampik, bahwa hal ini cukup mengganggu dalam operasional pelayanan dan riskan.

“Pelayanan jadi lambat, tidak bisa melakukan pelayanan yang maksimal, yang paling besar resikonya bila ada yang tiba-tiba rusak, sistem bisa mati,” kata dia.

Exit mobile version